Langsung ke konten utama

Solidaritas

 


Di waktu kecil, Aku adalah seseorang yang selalu mabuk perjalanan. Mau naik bus, naik mobil, naik kendaraan apapun beroda empat atau lebih, pasti aku tidak kuat dan muntah. Termasuk kereta api, aku juga mabuk ketika naik moda transportasi yang saat ini menjadi transportasi ternyaman menurutku. Entahlah, aku selalu tidak tahan aroma di dalam ruang kendaraan yang pengap itu.

Tibalah saat ketika aku akan berwisata ke Pulau Bali bersama teman-teman SMP-ku. Aku yang pemabuk berat ini, sudah tidak mampu membayangkan ketika berada di dalam bus selama lebih dari 12 jam dari kota Blitar menuju pulau Dewata. Belum lagi ketika akan berkeliling pulau Bali selama 2 hari untuk mengunjungi tempat-tempat wisata disana. Adalah emak yang selalu khawatir ketika aku bepergian jauh, dan tahu bahwa aku tidak kuat perjalanan darat naik bus. Akhirnya, keputusanku adalah tidak bergabung bersama teman-teman berwisata ke Pulau Bali.

Keputusanku membuat teman-teman sekelasku kecewa. Mereka ingin agar aku ikut dan bersama-sama berlibur ke pulau Bali. Aku pun sudah menjelaskan alasan kenapa aku memutuskan untuk tidak berangkat. Singkat cerita, tibalah saat satu minggu sebelum kegiatan wisata tersebut dilaksanakan. Tiba-tiba, aku dipanggil seorang guru yang menjabat sebagai kepala Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI) untuk menghadap di ruangannya.

“Kenapa kamu ga ikut ke Bali?” tanya beliau.

“Saya mabukan pak, saya tidak kuat naik bus” jawabku.

“Jadi gini, teman-teman kelasmu ingin kamu ikut pergi ke Bali. Mereka semua setuju untuk patungan agar ongkos wisata yang dibebankan kepadamu itu tidak usah kamu bayar. Mereka sudah bayar, kamu tinggal berangkat aja” jelas beliau.

Aku kaget mendengar penjelasan itu. Aku bingung dan terharu mendengarnya. Aku memang adalah orang kecil, dan aku tahu semua teman kelasku mengetahui keadaan keluargaku. Jadi, teman-teman kelasku menganggap alasan mabuk perjalanan agar tidak ikut berwisata, adalah sebuah omong kosong. Mereka memiliki pandangan bahwa alasan itu kubuat-buat untuk menutupi kekuranganku saja. Namun, aku terharu ketika tahu bahwa semua teman kelasku peduli terhadap keadaanku. Mereka tidak keberatan untuk iuran hanya untuk memberangkatkanku seorang ke Bali. Sesuatu yang diluar ekspektasiku sama sekali.

“Mereka akan kecewa kalau kamu menolak ini. Jadi ikut ya ke Bali” Tanya pak Guru sambil tersenyum kepadaku.

“Iya pak, saya ikut” Jawabku sambil menundukkan wajah karena terharu, takut menangis.

Aku pun berjalan kembali ke kelas. Aku sudah bingung mau berbicara apa ketika bertemu teman-teman kelasku. Aku yang pemalu dan cengeng, takut tidak kuat menahan emosi di depan kelas. Akhirnya aku tiba di depan pintu kelas. Aku pun membuka pintu dan mulai berjalan masuk, terlihat teman-temanku menoleh semua ke arahku.

“Yeayyyy Hisbul jadi ikut ke Bali” sorak seluruh temanku di kelas.

Mereka tertawa dan tersenyum gembira, sedangkan aku hanya diam, berjalan melewati bagian depan kelas dan duduk di kursiku. Aku bingung menyembunyikan wajah malu dan terharu di depan mereka. Beberapa teman cowokku menepuk-nepuk pundakku dan mengatakan kalau mereka gembira karena aku ikut ke Bali. Setelah emosiku stabil, aku mengucapkan terima kasih kepada semua teman-temanku.

Emak dan Bapakku kaget mendengar ceritaku dan akhirnya mengizinkan aku pergi ke Bali. Yaa bisa ditebak, bis belum keluar dari batas kotaku, aku sudah muntah dan pindah duduk di samping sopir. Namanya juga pemabuk berat.

Thanks for Harry Kessell on Unsplash with that amazing photos.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 2

Senin, 18 Oktober 2021 Pagi hari kami segera untuk mandi dan packing perlengkapan yang sudah kami pinjam. Datanglah ibunya Wisnu membawakan 2 nasi bungkus beserta teh manis hangat, alhamdulillah. Cuaca pagi itu cerah, secerah semangat kami memulai pendakian. Pukul 08.30 WITA kami bergegas menuju kantor TNGR untuk registrasi. Tak lupa kami berpamitan kepada keluarga Wisnu dan menitipkan beberapa barang yang kami tidak bawa ke pendakian. Kami juga mampir ke sebuah warung makan untuk membeli nasi bungkus sebagai makan siang ketika perjalanan menuju Plawangan Sembalun. Target kami hari ini adalah mencapai Plawangan Sembalun sebelum matahari terbenam . Pintu Masuk Taman Nasional Gunung Rinjani Setelah mengurus simaksi dengan memperlihatkan  barcode pada aplikasi eRinjani, kami diberi briefing singkat. Masih ingat dengan keterlambatan kami karena delay pesawat kemarin? Nah, ternyata kami juga diizinkan untuk menambah durasi pendakian kami yang tadinya hanya 2 hari 1 malam, menjadi 3 hari 2

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 1

Sudah lama kami berencana untuk mendaki gunung Rinjani yang terletak di pulau Lombok. Setelah mengamati kalender dan memperhitungkan kesibukan kerja, Kami putuskan untuk mendaki Rinjani pada hari Minggu-Senin tanggal 17-18 Oktober 2021. Rencananya, Kami hanya akan mengejar puncak Rinjani via Sembalun tanpa turun ke Danau Segara Anak, pun turun dari Rinjani via Sembalun. Kami mengurus Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konvervasi) Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) melalui aplikasi android eRinjani secara online pada tanggal 3 September 2021. Sebagai informasi, selama pandemi COVID-19, kuota pendaki TNGR di setiap jalurnya hanya sejumlah 60 orang saja. Untuk informasi selengkapnya tentang TNGR bisa dilihat di website resmi TNGR . Jumat, 15 Oktober 2021 Kami pergi ke Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon untuk melakukan tes PCR sebagai syarat perjalanan menggunakan pesawat terbang. Kami tes pada pagi hari dan hasilnya dapat kami ambil di malam harinya. Hasil tes PCR langsung

Gunung Hutan

Suatu waktu aku pernah ditanya mengenai lebih seru mana antara menyelam di laut atau mendaki gunung. Waktu itu aku sempat memikirkan mana yang lebih aku sukai sehingga pertanyaan dari temanku tadi bisa kujawab dengan tegas. Pada akhirnya aku tidak bisa memilih salah satu dari mereka karena dua-duanya seru dan aku sukai. Secara umum, mendaki gunung adalah kegiatan olahraga di alam terbuka yang membutuhkan waktu lebih dari sehari bahkan ada yang lebih dari seminggu. Karena membutuhkan waktu yang lama, maka ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum kita mulai mendaki, baik persiapan fisik, mental, maupun pengetahuan yang harus kita pahami selama beraktivitas di alam terbuka. Selama berada di alam terbuka kita juga harus menaati peraturan yang diberikan oleh pengurus Taman Nasional terkait. Ada beberapa peraturan umum yang seperti dilarang membuang sampah sembarangan dan juga terkadang ada peraturan khusus seperti di gunung Lawu yang melarang pendaki memakai atribut berwarna hijau s