Langsung ke konten utama

Roti Gulung Part 1

 


Aku adalah anak tunggal yang hidup di keluarga sederhana. Ayahku bekerja sebagai satpam sekolah, dan ibuku bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Walaupun begitu, semua keinginanku selalu bisa dipenuhi oleh kedua orang tuaku. Aku tidak pernah kecewa atas kasih sayang yang mereka lakukan kepadaku. Aku tidak mengingat hal apa yang tidak mampu dipenuhi oleh orang tuaku, hingga suatu saat aku teringat ada satu hal yang pernah mengecewakanku di saat aku kecil.

Aku bertempat tinggal di lingkungan masyarakat yang rukun dan gotong royong di salah satu kota kecil di Jawa Timur, Blitar. Warga kampungku kerap mengadakan syukuran ketika mereka mengadakan hajat misalnya nikahan, khitanan, ulang tahun, atau doa-doa ketika terkena musibah seperti kematian. Selain itu, ada juga acara doa rutinan yang dilakukan setiap minggu yakni membaca Al-Quran dan tahlil.

Suatu malam, ada tetanggaku yang mengadakan acara doa bersama. Aku lupa acara tersebut diadakan dalam rangka apa. Aku masih terlalu kecil untuk mengingatnya, usiaku saat itu sekitar 4 tahun. Seusai acara, ayahku membawa pulang bingkisan berupa kotak berisi jajan-jananan pasar. Aku membukanya dan menemukan roti gulung yang berisi selai stroberi favoritku. Aku ambil roti gulung itu dan memakannya sambil menonton tv di ruang tamu. Aku buka gulungan roti itu, kemudian ku ambil selai di dalamnya dan kutaruh di atas kertas kue di atas meja. Aku menyisakan selai itu untuk aku makan setelah memakan roti terlebih dulu, save the best for the last. Ibuku yang datang dari dapur juga ikut melihat isi kotak jajan itu dan ikut menikmati jajanan tadi. Ibuku bertanya kepadaku kenapa selainya tidak dimakan dan ditaruh di meja. Aku yang asyik menonton tv, menghiraukan pertanyaan ibuku. Ibuku juga berkata kalau selainya tidak dimakan dan takut mengundang semut, maka ibu yang makan saja. Lagi-lagi aku tdak fokus kepada kalimat ibu, dan tidak menjawabnya. Melihat aku yang tidak menjawab, ibu mengambil selai stroberi favoritku dan memakannya. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 2

Senin, 18 Oktober 2021 Pagi hari kami segera untuk mandi dan packing perlengkapan yang sudah kami pinjam. Datanglah ibunya Wisnu membawakan 2 nasi bungkus beserta teh manis hangat, alhamdulillah. Cuaca pagi itu cerah, secerah semangat kami memulai pendakian. Pukul 08.30 WITA kami bergegas menuju kantor TNGR untuk registrasi. Tak lupa kami berpamitan kepada keluarga Wisnu dan menitipkan beberapa barang yang kami tidak bawa ke pendakian. Kami juga mampir ke sebuah warung makan untuk membeli nasi bungkus sebagai makan siang ketika perjalanan menuju Plawangan Sembalun. Target kami hari ini adalah mencapai Plawangan Sembalun sebelum matahari terbenam . Pintu Masuk Taman Nasional Gunung Rinjani Setelah mengurus simaksi dengan memperlihatkan  barcode pada aplikasi eRinjani, kami diberi briefing singkat. Masih ingat dengan keterlambatan kami karena delay pesawat kemarin? Nah, ternyata kami juga diizinkan untuk menambah durasi pendakian kami yang tadinya hanya 2 hari 1 malam, menjadi 3 hari 2

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 1

Sudah lama kami berencana untuk mendaki gunung Rinjani yang terletak di pulau Lombok. Setelah mengamati kalender dan memperhitungkan kesibukan kerja, Kami putuskan untuk mendaki Rinjani pada hari Minggu-Senin tanggal 17-18 Oktober 2021. Rencananya, Kami hanya akan mengejar puncak Rinjani via Sembalun tanpa turun ke Danau Segara Anak, pun turun dari Rinjani via Sembalun. Kami mengurus Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konvervasi) Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) melalui aplikasi android eRinjani secara online pada tanggal 3 September 2021. Sebagai informasi, selama pandemi COVID-19, kuota pendaki TNGR di setiap jalurnya hanya sejumlah 60 orang saja. Untuk informasi selengkapnya tentang TNGR bisa dilihat di website resmi TNGR . Jumat, 15 Oktober 2021 Kami pergi ke Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon untuk melakukan tes PCR sebagai syarat perjalanan menggunakan pesawat terbang. Kami tes pada pagi hari dan hasilnya dapat kami ambil di malam harinya. Hasil tes PCR langsung

Gunung Hutan

Suatu waktu aku pernah ditanya mengenai lebih seru mana antara menyelam di laut atau mendaki gunung. Waktu itu aku sempat memikirkan mana yang lebih aku sukai sehingga pertanyaan dari temanku tadi bisa kujawab dengan tegas. Pada akhirnya aku tidak bisa memilih salah satu dari mereka karena dua-duanya seru dan aku sukai. Secara umum, mendaki gunung adalah kegiatan olahraga di alam terbuka yang membutuhkan waktu lebih dari sehari bahkan ada yang lebih dari seminggu. Karena membutuhkan waktu yang lama, maka ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum kita mulai mendaki, baik persiapan fisik, mental, maupun pengetahuan yang harus kita pahami selama beraktivitas di alam terbuka. Selama berada di alam terbuka kita juga harus menaati peraturan yang diberikan oleh pengurus Taman Nasional terkait. Ada beberapa peraturan umum yang seperti dilarang membuang sampah sembarangan dan juga terkadang ada peraturan khusus seperti di gunung Lawu yang melarang pendaki memakai atribut berwarna hijau s