Langsung ke konten utama

Jakarta Punya Cerita Bagian 4

 


Sejak kecil, Aku tinggal dan besar di lingkungan mayoritas berwarga Nadhatul Ulama atau NU. Kecuali ayahku, dia adalah pengikut Muhammadiyah. Kami sekeluarga tinggal dengan masyarakat NU yang memiliki kebiasaan-kebiasaan seperti tahlilan, yasinan dan lain sebagainya. Seperti kita tahu, kadang-kadang hari raya Idul Fitri antara Muhammadiyah dan Pemerintah memiliki perbedaan. Jadi, pernah ada saat ketika satu kampung masih berpuasa, sedangkan kami berangkat sholat Idul Fitri. Walaupun begitu, ayahku tetap ikut acara tahlilan atau yasinan yang biasanya diadakan rutin seminggu sekali. Kata ayahku, selain menjaga kerukunan, selama masih mengaji Al Qur’an, beliau tidak terlalu mengambil pusing untuk mendebatkannya.

Di Jakarta, terdapat kajian-kajian yang mirip dengan apa yang diajarkan di kampung halamanku. Jama’ah kajian ini adalah mayoritas juga warga NU. Kajian-kajian yang aku ikuti atas saran kakak tingkatku, seratus delapan puluh derajat berbeda dengan kajian yang ada di masjid NU. Sering aku temui pendapat-pendapat ustad di masing-masing kelompok saling beradu argumen untuk membenarkan apa yang dia ajarkan. Dalam bahasa yang sederhana, jamaah NU ini adalah golongan yang fleksibel, sedangkan jamaah satunya adalah yang penuh kehati-hatian.

Alhamdulillah aku memiliki lingkaran pertemanan yang memiliki kedewasaan dan ilmu agama yang baik. Lingkaran ini menjagaku dari keberpihakan ke salah satu sisi dan ekstrem. Kita selaku umat muslim wajib mengetahui ilmu agama kita sehingga kita bisa memaknai agama ini bukan sekedar ikut-ikutan saja. Kita harus belajar mengenai bagaimana tata cara beribadah yang sesuai dan diajarkan oleh Rasulullah. Di lain sisi, kita harus menjadi orang yang rendah hati dan tidak sombong. Ketika apa yang kita lakukan adalah yang kita yakini benar, bukan berarti perbedaan yang dilakukan orang lain sepenuhnya salah. Kita tidak boleh terlalu santai, juga tidak boleh terlalu “keras” dalam mempelajari dan mengamalkan ilmu agama ini ke dalam bentuk ibadah. Semoga kita adalah orang-orang yang tetap merasa bodoh sehingga kita akan terus belajar dan tidak merasa tinggi ketika berhadapan dengan orang lain.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 2

Senin, 18 Oktober 2021 Pagi hari kami segera untuk mandi dan packing perlengkapan yang sudah kami pinjam. Datanglah ibunya Wisnu membawakan 2 nasi bungkus beserta teh manis hangat, alhamdulillah. Cuaca pagi itu cerah, secerah semangat kami memulai pendakian. Pukul 08.30 WITA kami bergegas menuju kantor TNGR untuk registrasi. Tak lupa kami berpamitan kepada keluarga Wisnu dan menitipkan beberapa barang yang kami tidak bawa ke pendakian. Kami juga mampir ke sebuah warung makan untuk membeli nasi bungkus sebagai makan siang ketika perjalanan menuju Plawangan Sembalun. Target kami hari ini adalah mencapai Plawangan Sembalun sebelum matahari terbenam . Pintu Masuk Taman Nasional Gunung Rinjani Setelah mengurus simaksi dengan memperlihatkan  barcode pada aplikasi eRinjani, kami diberi briefing singkat. Masih ingat dengan keterlambatan kami karena delay pesawat kemarin? Nah, ternyata kami juga diizinkan untuk menambah durasi pendakian kami yang tadinya hanya 2 hari 1 malam, menjadi 3 hari 2

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 1

Sudah lama kami berencana untuk mendaki gunung Rinjani yang terletak di pulau Lombok. Setelah mengamati kalender dan memperhitungkan kesibukan kerja, Kami putuskan untuk mendaki Rinjani pada hari Minggu-Senin tanggal 17-18 Oktober 2021. Rencananya, Kami hanya akan mengejar puncak Rinjani via Sembalun tanpa turun ke Danau Segara Anak, pun turun dari Rinjani via Sembalun. Kami mengurus Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konvervasi) Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) melalui aplikasi android eRinjani secara online pada tanggal 3 September 2021. Sebagai informasi, selama pandemi COVID-19, kuota pendaki TNGR di setiap jalurnya hanya sejumlah 60 orang saja. Untuk informasi selengkapnya tentang TNGR bisa dilihat di website resmi TNGR . Jumat, 15 Oktober 2021 Kami pergi ke Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon untuk melakukan tes PCR sebagai syarat perjalanan menggunakan pesawat terbang. Kami tes pada pagi hari dan hasilnya dapat kami ambil di malam harinya. Hasil tes PCR langsung

Gunung Hutan

Suatu waktu aku pernah ditanya mengenai lebih seru mana antara menyelam di laut atau mendaki gunung. Waktu itu aku sempat memikirkan mana yang lebih aku sukai sehingga pertanyaan dari temanku tadi bisa kujawab dengan tegas. Pada akhirnya aku tidak bisa memilih salah satu dari mereka karena dua-duanya seru dan aku sukai. Secara umum, mendaki gunung adalah kegiatan olahraga di alam terbuka yang membutuhkan waktu lebih dari sehari bahkan ada yang lebih dari seminggu. Karena membutuhkan waktu yang lama, maka ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum kita mulai mendaki, baik persiapan fisik, mental, maupun pengetahuan yang harus kita pahami selama beraktivitas di alam terbuka. Selama berada di alam terbuka kita juga harus menaati peraturan yang diberikan oleh pengurus Taman Nasional terkait. Ada beberapa peraturan umum yang seperti dilarang membuang sampah sembarangan dan juga terkadang ada peraturan khusus seperti di gunung Lawu yang melarang pendaki memakai atribut berwarna hijau s