Hujan turun sangat deras sore ini. Jarum pendek jam tanganku
menunjuk angka empat tepat, artinya jam pulang kantor sudah tiba. Aku masih
berkutat pada dokumen-dokumen yang ada di atas mejaku. Mulai pertengahan bulan
lalu, kantorku menjalankan sebuah penelitian tentang kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat. Aku adalah salah satu pengawas, yang bertugas memastikan
dokumen-dokumen terisi oleh petugas lapangan dengan lengkap. Selain
membutuhkan ketelitian, banyaknya dokumen yang harus diperiksa membuatku harus
berlomba dengan batas akhir pemeriksaan yang tidak lama lagi tiba.
Waktu berjalan hingga kutengok jam tanganku sudah
menunjukkan jam 8 malam. Suasana diluar juga kini menjadi gelap karena sore hari berganti dengan malam. Kusetel lagu keras-keras agar keheningan ruangan
ini bisa tersamarkan. Rekan-rekan kerjaku seluruhnya telah pulang menuju rumah
masing-masing sejak sore tadi, menyisakan aku seorang yang duduk sendirian di
tengah ruangan ini. Terdengar suara pintu depan ruanganku dibuka oleh seseorang.
Aku tidak bisa melihat langsung kearah pintu, sebab antara pintu depan dan meja
kerjaku dipisahkan oleh dinding.
“Belum pulang Pak?” tanya Om Edi, security kantorku yang mengunci
pintu semua ruangan kantor ketika semua pegawai pulang.
“Belum Om, diluar masih hujan deras kah?” tanyaku.
“Sudah reda pak, apakah jaringan internet kantor sudah boleh
dimatikan?” tanyanya.
“Oiya kah? Hmm kukira masih deras Om. Jaringan kantornya
jangan dimatikan dulu om, soalnya masih saya pakai ini. Om pulang dulu saja,
kan rumah Om Edi di depan situ tuh. Mandi-mandi dulu, bahaya lo kalau mandi malam-malam
untuk usia Om yang sudah kepala lima” jawabku sambil melihat Om Edi belum
berganti pakaian securitynya sejak pagi tadi.
“Kalo saya sehat-sehat aja pak, saya sudah pulang rumah
sejak sore tadi, istirahat, makan, dan sudah biasa mandi jam-jam segini. Justru
bapak yang sekarang harusnya pulang dan istirahat. Bukan bermaksud mengusir ya,
tapi bapak dari jam delapan pagi sudah ada di kantor, duduk berjam-jam, sampai sekarang
jam 8 malam ini masih saja bekerja. Kasihan pak, badan bapak juga butuh diistirahatkan,
seperti tidak ada hari esok saja” Jawab Om Edi
Aku terdiam sejenak menyerap kata-kata Om Edi. Benar juga,
kenapa aku menyuruh Om Edi untuk pulang istirahat, tapi aku tidak peduli dengan diriku sendiri. Mudah sekali mengoreksi orang lain dengan ketidakbenarannya,
tapi kesalahan diri sendiri tidak diperhatikan.
Aku bergegas mengemas sisa-sisa dokumen dan merapikan meja
kerjaku. Lalu Aku mematikan lampu ruangan dan membantu Om Edi mematikan
jaringan kantor. Aku pun pamit dan berterimakasih kepada Om Edi yang telah
mengingatkanku tentang hal yang sebenarnya sepele, tapi diremehkan oleh banyak
orang.
Semoga kita semua adalah termasuk orang-orang yang bersyukur
atas rezeki berupa kesehatan yang diberikan Tuhan, dengan cara menjaga dan
merawat diri sebaik mungkin.
Komentar
Posting Komentar