Langsung ke konten utama

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 1

Sudah lama kami berencana untuk mendaki gunung Rinjani yang terletak di pulau Lombok. Setelah mengamati kalender dan memperhitungkan kesibukan kerja, Kami putuskan untuk mendaki Rinjani pada hari Minggu-Senin tanggal 17-18 Oktober 2021. Rencananya, Kami hanya akan mengejar puncak Rinjani via Sembalun tanpa turun ke Danau Segara Anak, pun turun dari Rinjani via Sembalun. Kami mengurus Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konvervasi) Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) melalui aplikasi android eRinjani secara online pada tanggal 3 September 2021. Sebagai informasi, selama pandemi COVID-19, kuota pendaki TNGR di setiap jalurnya hanya sejumlah 60 orang saja. Untuk informasi selengkapnya tentang TNGR bisa dilihat di website resmi TNGR.

Jumat, 15 Oktober 2021
Kami pergi ke Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon untuk melakukan tes PCR sebagai syarat perjalanan menggunakan pesawat terbang. Kami tes pada pagi hari dan hasilnya dapat kami ambil di malam harinya. Hasil tes PCR langsung terdata otomatis ke dalam akun aplikasi pedulilindungi. Oiya, saat ini setiap penumpang pesawat wajib mempunyai aplikasi pedulilindungi. Pihak bandara akan mengecek setiap calon penumpang yang akan menaiki pesawat terbang melalui aplikasi tersebut.

Hal yang tidak terduga datang. Kami mendapat notifikasi whatsApp bahwa pesawat Kami yang harusnya take off pada hari Sabtu pagi, tiba-tiba dibatalkan terbang. Kami konfirmasi ke bagian maskapai di bandara untuk memastikan hal tersebut, dan itu benar adanya. Akhirnya Kami reschedule pesawat ke Sabtu sore. Kami harus bermalam di Surabaya dan menunggu pesawat menuju Lombok keesokan harinya. Pesawat yang tertunda itu juga membuat rencana perjalanan kami selama di Rinjani harus mundur satu hari. Kami bingung dan khawatir mengingat kuota Rinjani selalu penuh setiap harinya. Singkat cerita, Kami menghubungi pihak TNGR dan “curhat” mengenai kondisi Kami. Syukurnya, Kami diizinkan untuk tetap bisa mendaki Rinjani walaupun telat satu hari.

Sabtu, 16 Oktober 2021
Kami berangkat dari Ambon menuju Surabaya dengan moda pesawat terbang Lion Air. Pesawat lepas landas sekitar pukul 15.30 WIT dari bandara Pattimura dan transit terlebih dahulu di bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Pesawat yang hendak kami naiki dari Makassar ke Surabaya mengalami delay akibat kendala teknis, sehingga kami baru mendarat di Surabaya pukul 20.00 WIB.
Foto suasana bandara Sultan Hasanuddin Makasar
Suasana bandara Sultan Hasanuddin Makasar
Oiya, harga tiket pesawat Lion Air dari Ambon-Lombok sebesar 2,6 juta untuk dua orang. Tiket tersebut sudah termasuk bagasi gratis seberat 20 kg per orang. Kami bermalam di hotel Walan Syariah yang letaknya 15 menit dari bandara Juanda. Mereka menyediakan jasa antar jemput hotel - Juanda PP secara gratis 24 jam. Biaya yang kami keluarkan untuk menginap selama semalam sebesar 170 ribu. Hotelnya bagus, petugasnya ramah, banyak warung makanan di sekitarnya, dan relatif dekat dari Juanda. Hotel ini cocok buat traveller yang transit di bandara Juanda. Setibanya di hotel, kami check in dan keluar mencari makan malam. Banyak sekali makanan di sekitar hotel seperti penyetan (lalapan), soto, sate, mi ayam, bakso, dan lain-lain. Seusai makan malam, kami kembali ke hotel dan beristirahat.

Minggu, 17 Oktober 2021
Pukul 05.00 WIB Kami diantar oleh mobil hotel Walan Syariah menuju bandara Juanda. Sewaktu checkout dari hotel, kami diberi 2 potong roti dan air mineral. Pesawat yang kami naiki dari Juanda menuju bandara Zainuddin Abdul Madjid Lombok take off sekitar pukul 08.00 WIB. Kami mendarat pukul 10.30 WITA dengan selamat, alhamdulillah. Seperti Ambon, ternyata Lombok tidak kalah panas dan terik saat cuaca cerah.

Kami dijemput oleh Wisnu dan Yusril, teman dari salah seorang adik tingkat yang berdomisili di Sembalun dengan menggunakan mobil. Sebelumnya, Kami sudah berkomunikasi dan sepakat untuk jasa antar jemput bandara-Sembalun dengan biaya 1,1 juta rupiah. FYI, harga tersebut merupakan harga pasaran yang berlaku. Sebelum menuju ke Sembalun, kami mampir sarapan di warung nasi Balap Puyung Rinjani 2. Kata Wisnu, tempat ini merupakan warung legend di sekitar bandara. Kami memesan nasi Puyung, nasi ditambah suiran ayam, tempe, serundeng dan kacang kedelai. Setelah makan, kami mampir ke desa Sade, desa wisata yang jaraknya sekitar 15 menit dari bandara.

Nasi Puyung
Papan Selamat Datang di Desa Sade
Desa Sade merupakan desa yang masih menjaga adat istiadat suku Sasak Lombok. Pelafalan huruf "e" pada kata "Sade" seperti bunyi huruf "e" pada kata "cepat". Jadi cara bacanya adalah Sade, bukan Sade, nah begitu. Harga tiket masuk di desa Sade tidak dipatok sekian rupiah. Para pengunjung dipersilahkan untuk membayar dengan nominal sukarela, seikhlasnya. Dengan harga tiket yang "tidak jelas" itu, sejujurnya kami sudah tidak mengharapkan ekspektasi yang macam-macam terhadap experience yang didapat ketika berkunjung kesini. Awalnya kami berpikir "ah paling juga kek gitu-gitu aja, kek destinasi-destinasi wisata di banyak tempat yang kesannya dipaksakan ada". Namun, ternyata kami salah.

Setelah kami mengisi buku tamu pengunjung, kami berempat langsung dipandu oleh seorang tour guide. Sebelum diajak berkeliling desa, kami diantar ke sebuah gazebo untuk selanjutnya mendengarkan sang tour guide bercerita. Beliau bercerita mengenai sejarah, kondisi geografis, masyarakat, adat-istiadat suku Sasak, dan semuanya mengenai suku Sasak, khususnya masyarakat desa Sade. Kami menyimak seluruh cerita yang beliau sampaikan. Sementara itu, kami juga melihat banyak sekali tour guide yang siaga menyambut pengunjung. Setiap rombongan, akan didampingi satu tour guide. Ada sekitar 10 menit beliau bercerita panjang lebar tanpa henti sebelum akhirnya kami diajak berkeliling desa Sade.

Tour Guide Desa Sade
Tour Guide Desa Sade
Setelah melewati beberapa rumah, kami sampai di rumah yang mana di teras rumah itu terdapat alat tenun. Bapak tour guide menyuruh kami untuk mencobanya. Selang beberapa saat datang seorang ibu muda yang menurut gerak-geriknya adalah sang pemilik rumah. Ibu tersebut langsung mengarahkan dan mengajari kami bagaimana cara mengoperasikan alat tenun tersebut. Beliau juga bercerita tentang berbagai jenis bahan dan motif yang biasa dihasilkan dari pengrajin tenun di desa Sade. Tepat di depan rumah dimana kami mencoba alat tenun, terdapat kios yang menjual kain-kain tenun hasil kerajinan tangan warga desa Sade. Setelah puas mencoba alat tenun, kami membeli beberapa hasil kerajinan yang dijual di kios tersebut. Selain untuk oleh-oleh, ya bisa dibilang sebagai bentuk dukungan kepada pengrajin kain tenun yang menjadi lapangan usaha warga desa Sade. Perempuan-perempuan desa Sade memang diwajibkan untuk menguasai teknik menenun. Saat ini, perempuan desa Sade masih dilarang untuk merantau atau bekerja di sektor formal, seperti kerja kantoran. Syukurnya mereka masih diperbolehkan untuk bersekolah, asal sekolahnya masih di sekitar wilayah kabupaten Lombok Tengah. Anak perempuan desa Sade tidak diperkenakan untuk melanjutkan pendidikan di luar Lombok Tengah, walaupun hanya sekedar ke kota sebelah, kota Mataram. Tetapi laki-laki desa Sade diperbolehkan untuk merantau kemanapun, baik untuk bersekolah maupun bekerja.

Ibu Pengrajin kain tenun sedang mengajari kami menggunakan alat tenun
Lapak penjualan kain tenun hasil kerajinan desa Sade dan barang kerajinan lainnya
Kami melanjutkan perjalanan berkeliling desa Sade. Bapak tour guide menjelaskan struktur rumah khas suku Sasak warga desa Sade masih dipertahankan sampai sekarang. Rumah adat suku Sasak terbuat dengan dinding anyaman bambu, beratapkan rumput alang-alang. Dinding bagian bawah terbuat dari tanah liat yang dilapisi oleh kotoran sapi/kerbau. Kotoran sapi/kerbau berfungsi sebgai pelindung dari air hujan agar tidak tembus ke dalam rumah. Lantai rumah dibiarkan dari tanah liat, namun sudah banyak dijumpai beberapa rumah yang lantai rumahnya sudah dilapisi dengan semen.

Pohon Cinta
Hal unik yang masih menjadi tradisi warga desa Sade hingga sekarang adalah ketika seorang laki-laki ingin menikah seorang perempuan. Kalau pada umumnya, proses pernikahan diawali dengan datangnya keluarga laki-laki ke keluarga perempuan untuk melamar, tetapi disini berbeda. Hal pertama yang dilakukan laki-laki untuk menikahi seorang perempuan ialah dengan menculik perempuan tersebut dari rumah. Baiknya, proses penculikan itu dilakukan ketika ayah atau saudara laki-laki dari perempuan tersebut sedang tidak ada di rumah. Karena mencari waktu yang ideal itu terlalu sulit, maka ketika ada sepasang laki-laki dan perempuan hendak menikah, mereka akan berjanji bertemu di pohon cinta. Pohon cinta ini letaknya ada di tengah-tengah pemukiman desa Sade. Lalu ketika proses penculikan sudah berhasil, maka datanglah perwakilan dari keluarga laki-laki ke rumah perempuan dan mengabarkan kepada orang tua perempuan tersebut bahwa putrinya sedang diculik dan ada di rumah laki-laki. Setelah itu barulah dilangsungkan pernikahan antara laki-laki dan perempuan tersebut.

Mentari mulai berada di atas kepala, kami memutuskan untuk segera menuju ke Mataram untuk menyewa kamera yang akan kami bawa ke Rinjani. Hal tersebut kami lakukan karena di Sembalun tidak ada persewaan kamera. Kami menuju pintu keluar desa Sade dan berterimakasih kepada bapak tour guide sudah menemani kami berkeliling dan bercerita semua hal tentang desa Sade. Tampi Asih desa Sade!

Mobil melesat menuju kota Mataram, ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat. Perjalanan dari desa Sade menuju Mataram ditempuh sekitar 45 menit. Kami singgah di kota Mataram untuk sholat di masjid Hubbul Wathan Islamic Center, masjid rayanya NTB, kemudian ke tempat sewa kamera yang akan kami bawa ke Rinjani. Kami menyewa kamera canon 60D dengan lensa canon 50mm f1.8 dan 2 baterai. Lokasi tempat persewaan kameranya ada di sini. Semua item tadi disewakan dengan harga 110ribu/hari. Setelah semuanya siap, Kami berangkat ke desa Sembalun pukul 15.30 WITA dan sampai pukul 19.00 WITA. Selama perjalanan, Kami juga sempat mampir makan siang di Rumah Makan Rarang dekat SPBU Rarang.

Masjid Hubbul Wathan Islamic Center, Mataram
Desa Sembalun terletak di bawah kaki Gunung Rinjani, dan dikelilingi oleh bukit-bukit yang menjulang tinggi. Hal pertama yang Kami lakukan setelah sampai di Sembalun adalah membeli logistik di Indomaret Sembalun. Di Sembalun juga terdapat ATM BNI dan Bank NTB Syariah, keduanya dapat digunakan sebagai ATM Bersama. Setelah itu Kami pergi ke tempat persewaan alat-alat pendakian di Balenta Cafe. Yups, sesuai namanya, mereka juga menjual makanan minuman kafe serta beberapa oleh-oleh khas Rinjani seperti kopi, kaos, stiker, dan lain sebagainya. Kami menyewa tas kerir, sleeping bag, nesting, kompor, trekking pole, tenda, headlamp, matras, sepatu. Betul sekali, kami menyewa semuanya kecuali baju dan topi karena memang sudah Kami rencanakan begitu supaya tidak terlalu repot ketika perjalanan dari Ambon ke Rinjani. 

Daftar harga sewa peralatan pendakian Balenta
Setelah semua barang lengkap, Kami menuju Klinik Gunung yang terletak di samping Kantor TNGR Sembalun. Klinik ini buka 24 jam jadi tidak perlu khawatir mau semalam apapun kita datang, pasti ada petugas piket yang melayani. Kami mengurus surat kesehatan yang menjadi syarat pendaki untuk melakukan pendakian. Selain di Klinik Gunung, kita bisa mengurus surat kesehatan di Puskesmas Sembalun juga, tetapi mereka beroperasi pada hari dan jam kerja saja. Biaya pemeriksaan kesehatan di sini sebesar 25ribu per orang. Selain itu, Klinik Gunung juga menjual alat-alat P3K yang dibutuhkan pendaki.

Klinik Gunung Rinjani
Setelah mengantongi surat sehat, kami menuju bungalo milik Wisnu yang hanya berjarak 50 meter dari kantor TNGR. Sebenarnya bungalo yang kami tempati ini adalah bungalo pribadi keluarga Wisnu, namun karena kami adalah teman dari temannya Wisnu jadi kami dipersilahkan menginap disana. Hari yang panjang kami tutup dengan beristirahat. Tak sabar datangnya hari esok 😆

Bersambung


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 2

Senin, 18 Oktober 2021 Pagi hari kami segera untuk mandi dan packing perlengkapan yang sudah kami pinjam. Datanglah ibunya Wisnu membawakan 2 nasi bungkus beserta teh manis hangat, alhamdulillah. Cuaca pagi itu cerah, secerah semangat kami memulai pendakian. Pukul 08.30 WITA kami bergegas menuju kantor TNGR untuk registrasi. Tak lupa kami berpamitan kepada keluarga Wisnu dan menitipkan beberapa barang yang kami tidak bawa ke pendakian. Kami juga mampir ke sebuah warung makan untuk membeli nasi bungkus sebagai makan siang ketika perjalanan menuju Plawangan Sembalun. Target kami hari ini adalah mencapai Plawangan Sembalun sebelum matahari terbenam . Pintu Masuk Taman Nasional Gunung Rinjani Setelah mengurus simaksi dengan memperlihatkan  barcode pada aplikasi eRinjani, kami diberi briefing singkat. Masih ingat dengan keterlambatan kami karena delay pesawat kemarin? Nah, ternyata kami juga diizinkan untuk menambah durasi pendakian kami yang tadinya hanya 2 hari 1 malam, menjadi 3 hari 2

Gunung Hutan

Suatu waktu aku pernah ditanya mengenai lebih seru mana antara menyelam di laut atau mendaki gunung. Waktu itu aku sempat memikirkan mana yang lebih aku sukai sehingga pertanyaan dari temanku tadi bisa kujawab dengan tegas. Pada akhirnya aku tidak bisa memilih salah satu dari mereka karena dua-duanya seru dan aku sukai. Secara umum, mendaki gunung adalah kegiatan olahraga di alam terbuka yang membutuhkan waktu lebih dari sehari bahkan ada yang lebih dari seminggu. Karena membutuhkan waktu yang lama, maka ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum kita mulai mendaki, baik persiapan fisik, mental, maupun pengetahuan yang harus kita pahami selama beraktivitas di alam terbuka. Selama berada di alam terbuka kita juga harus menaati peraturan yang diberikan oleh pengurus Taman Nasional terkait. Ada beberapa peraturan umum yang seperti dilarang membuang sampah sembarangan dan juga terkadang ada peraturan khusus seperti di gunung Lawu yang melarang pendaki memakai atribut berwarna hijau s