Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2021

Victoria Concordia Crescit

  Pada salah satu malam minggu saat aku masih SD, Aku dan teman-temanku menonton siaran langsung pertandingan sepakbola di salah satu rumah temanku. Waktu itu, tim yang sedang berlaga adalah Manchester United melawan Arsenal di Stadion Old Trafford, kandangnya Manchester United dalam perhelatan liga premier Inggri musim 2011/2012. Kebanyakan teman-temanku saat itu adalah pendukung MU, sedangkan Aku adalah satu-satunya penggemar klub Arsenal di ruangan itu. Malam itu, Manchester United mendominasi jalannya permainan. Teman-temanku sangat bersemangat berekspresi ketika Wayne Rooney CS menggempur pertahanan meriam London. Walaupun sendirian, Aku pun tidak kalah semangat saat serangan MU dapat dimentahkan oleh lini belakang Arsenal. Pertandingan babak pertama selesai dengan hasil imbang, 1 – 1. Babak kedua, setan jelek berwarna merah semakin beringas mengobrak-abrik pertahanan Arsenal. MU yang sedang bertanding di rumah sendiri, sangat berapi-api di bawah sorakan pendukungnya. Singkat ce

Respawn

  Misiku untuk melakukan perbaikan diri di Jakarta bisa dibilang cukup berhasil. Aku yang hobi berpetualang mampu kukembangkan dengan masuk ke unit kegiatan mahasiswa pecinta alam. Tak hanya soal petualangan di alam bebas, aku mendapatkan banyak hal dengan masuk ke kegiatan ini. Sejujurnya aku hanya mengincar keseruan ketika berpetualang di alam bebas di perkumpulan ini. Namun, bisa dibilang 80% hal baru yang aku dapatkan, bersumber baik langsung maupun tidak langsung dari lingkaran ini. Aku yang dulunya hanya ikut-ikutan, sekarang mejadi berani mengambil keputusan. Aku yang dulunya penakut, sekarang menjadi berani berjalan sendirian di tengah hutan. Aku yang dulu abai terhadap perintah agama, sekarang menjadi paham apa pentingnya menuntut ilmu agama. Dan yang paling memuaskan adalah, aku yang dulunya pendiam dan diremehkan, sekarang menjadi seseorang yang disegani, dipercaya, dan didengar pendapatnya. Memang benar kata Kakek, seseorang akan menjadi pribadi sesuai dengan lingkungan

Modal Awal

  Sering kali aku diperlakukan berlebihan oleh Ibu. Aku dilarang bermain terlalu jauh, terlalu lama, atau dilarang melakukan aktivitas fisik yang sekiranya dapat membahayakanku. Memang wajar sih, seorang Ibu pasti akan perhatian kepada anak semata wayangnya, kalau kenapa-kenapa, tidak ada gantinya begitu. Untungnya aku memiliki Bapak yang memiliki sudut pandang seratus delapan puluh derajat terhadap anaknya. Menurut Bapak, seorang laki-laki harus memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan yang luas. Sehingga, Bapak justru mendorongku untuk bermain yang jauh, berteman ke semua orang, atau lakukan apa yang aku suka, selama tidak mencuri dan tidak berkelahi. Ya, itulah pesan Bapak setiap kali aku izin kemanapun aku pergi. Diizinkan kuliah di Jakarta, adalah salah satu hal yang aku dapat dari Bapak. Sudah jelas bagaimana perasaan Ibu, Beliau tanpa henti-hentinya resah setiap malam memikirkan bagaimana keadaanku di Jakarta. Hal itu berlangsung hingga 3 bulan, sampai-sampai Tanteku sering

Restart

Pernah gak merasa hidup sudah terlalu terlambat untuk berubah? Ketika lingkungan di sekitarmu sudah mengenalmu sebagai seseorang yang memiliki kepribadian sedemikian rupa, misalnya seseorang yang baik, pintar, dewasa atau seseorang yang usil, nakal, diremehkan dan sebagainya. Kalau image yang menempel itu adalah yang baik-baik, syukur alhamdulillah, tetapi kalau sebaliknya? Masa-masa sekolahku, mulai dari TK hingga SMA, aku adalah seseorang yang pendiam, tidak percaya diri, dan sering kali tidak didengar pendapatnya. Bahkan, sering kali aku diejek oleh beberapa temanku karena mereka tahu kalau aku akan diam saja dan tidak membalasnya. Sedih memang, tapi setiap kali aku mencoba untuk berubah, aku selalu gagal dan akhirnya kembali ke kondisi sebelumnya. Saat itu, aku sudah menyerah dan merasa aku bakal hidup sebagai orang yang seperti ini terus jika tinggal di lingkungan yang sama. Jika diibaratkan dengan video games, aku harus merestart gamenya sehingga aku menjadi orang yang sama sek

Wisata Mengunjungi Rumah

  Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan larangan untuk mudik di saat lebaran tahun ini. Alasan pemerintah ya sudah pasti karena untuk menekan arus mobilitas masyarakat untuk menghindari penularan virus COVID-19 semakin parah. Tahun ini adalah tahun kedua kebijakan ini kembali diambil. Tahun lalu, masyarakat juga dihimbau tidak mudik ketika lebaran datang. Walaupun demikian, banyak sekali masyarakat yang tetap bepergian ke kampung halaman atau ke sanak saudara dalam rangka merayakan hari raya Idul Fitri. Tahun ini, kebijakan larangan mudik kurasa tidak sejalan dengan kebijakan tetap membuka tempat pariwisata. Menteri Pariwisata berdalih bahwa kebijakan ini adalah semata-mata untuk menyelamatkan sektor pariwisata yang lumpuh total semenjak pandemi ini menyerang. Keinginan pak Menteri bisa dipahami, karena maksud beliau adalah membuka ekonomi masyarakat yang lumpuh beserta penegakan protokol kesehatan yang harus diakomodasi oleh pemilik tempat wisata. Sebenarnya, aku bisa mengert

Jakarta Punya Cerita Bagian 5

  Kami berdua belas kini sedang berada di ujung waktu bertempat tinggal di Jakarta. Sesaat lagi, kami ditugaskan ke berbagai macam penjuru nusantara. Ada yang di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Maluku. Aku adalah orang yang pertama kali berangkat ke tempat tugas di antara mereka semua. Pesawat yang akan aku naiki, berangkat dini hari dari bandara Soekarno Hatta menuju Ambon. Sedangkan, pesawat mereka kebanyakkan berangkat pada pagi atau siang harinya. Beruntungnya aku, jadwal pesawatku yang berangkat pertama, membuatku dapat bertemu mereka sesaat sebelum aku berangkat ke bandara. Mereka mengantarku dari restoran makanan cepat saji di Jakarta Timur. Aku tertawa-tawa saat datang dan saat berbincang-bincang dengan mereka semua. Setelah beberapa waktu berselang, akhirnya tiba saatku untuk meninggalkan tempat ini. Aku bersalaman dan berpelukan dengan mereka untuk saling mengucapkan kalimat perpisahan. “Sehat-sehat ya, semoga bisa bertemu di lain kesempatan. Terimak

Berkah Ramadhan

  Ramadhan kali ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Aku menjalaninya dengan sedikit orang dekat yang berada di sekitarku, atau malah bisa dibilang tidak ada. Berbeda dengan waktu sebelum bekerja atau masih tinggal di kampung halaman, ketika masih ada keluarga atau teman-teman yang saling membantu misalnya untuk bangun sahur, menemani berbuka, bahkan bersama-sama iktikaf di 10 hari terakhir bulan ini. Tahun ini, akan menjadi tahun keduaku untuk menikmati bulan berkah ini seorang diri. Jalan - jalan arteri kota Ambon cukup sering mengalami kemacetan, apalagi ketika datang jam-jam berangkat kantor atau pulang kantor. Sore ini, kemacetan yang biasa terjadi ditambah pemandangan banyak pedagang berjejeran di tepi jalan menjual makanan berbuka. Mereka ramai dikerumuni oleh para pembeli yang sedang berburu makanan apa yang hendak disajikan dan dinikmati untuk berbuka di rumah. Kulihat para penjual kebanyakkan adalah ibu ibu yang sibuk melayani pelanggannya. Aku sedikit tertawa ke

Superheroes

  Ibuku adalah seorang yang tidak bisa mengendarai kendaraan beroda dua. Katanya, dulu waktu kecil pernah bisa bersepeda namun terjatuh. Entah kenapa sejak saat itu, Ibu trauma dan tidak mau belajar mengendarai sepeda. Jadi, ketika perlu untuk pergi kemana-mana, aku atau bapak selalu mengantar Ibu ke tempat tujuan, misalnya belanja, berangkat bekerja dan lain-lain. Salah satu kebiasaan unik yang dimiliki Ibu ketika bepergian adalah memberikan uang parkir tanpa meminta uang kembali meskipun uang yang diberikan cukup besar untuk ukuran membayar parkir. Parkir yang aku maksud disini adalah bukan parkir otomatis yang terpasang di gedung-gedung itu, tetapi kepada tukang parkir yang banyak kita jumpai di pinggir jalan. Para tukang parkir itu selalu tersenyum ketika Ibu mengatakan “tidak usah dikembalikan pak, tidak apa-apa”. Ketika kutanya kenapa, ibu selalu bilang “gapapa, kasian, penghasilan mereka tidak tetap dan tidak sebanyak orang-orang pada umumnya”. Ibuku adalah berasal dari orang

Jangan Bikin Nyaman Dong

Salah seorang sahabat pernah bertanya kepadaku, mengapa aku sering dicurhati oleh banyak orang, padahal aku hanya menjawab curhatan itu dengan singkat seperti, “hmm”, “oh begitu ya”, “oalah iya” dan lain semacamnya. Menurutnya, alih-alih mendapatkan solusi atas permasalahan yang sedang diutarakan, mereka hanya merasa berkomunikasi satu arah tanpa adanya feedback yang aku berikan. Apa yang disampaikan sahabatku adalah sesuatu yang logis. Secara teori, komunikasi yang baik adalah di saat kita berbicara, lawan bicara kita dapat menerima maksud kita dan memberikan jawaban atau tanggapan. Namun, ada hal yang sahabatku belum mengerti tentang cara menanggapi seseorang yang sedang curhat. Salah satu kebutuhan manusia yang penting untuk dipenuhi adalah bercerita. Semua orang pasti mengalami saat-saat dimana keadaan atau hasil dari pekerjaan mereka tidak sesuai dengan ekspektasi. Misalnya tiba-tiba hujan deras ketika berada di luar dan lupa membawa payung, dosen pembimbing yang galak ketika kon

Mental Breakdance

  Pernah ga sih kita mendengar teori psikologi yang kurang lebih berbunyi Kita sekarang adalah hasil dari apa saja yang kita lalui dan alami di masa lalu Teori tersebut menjelaskan bahwa sifat dan pemikiran yang kita miliki saat ini, adalah akibat dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu. Hal yang mudah dijadikan contoh adalah seseorang yang manja, biasanya dulunya adalah seorang anak tunggal yang penuh kasih sayang dari orang tuanya dan dipenuhi segala keinginannya. Misalnya lagi ketika seseorang memutuskan untuk meminum minuman beralkohol, membuat tatto di tubuhnya, atau keinginan untuk bunuh diri karena orang tuanya selalu tidak akur dan sering bertengkar hebat di dalam rumah. Jangan suka mengomentari apa yang kami perbuat. Kalian tidak mengerti apa yang telah kami lalui Begitu kan? Kata-kata yang sering dilontarkan, seolah-olah, apa yang telah terjadi sebelumnya itu adalah pembenaran atas apa yang mereka perbuat sekarang. Namun, ada satu hal yang mungkin kita tidak pahami

Imitasi

  Kakekku yang berasal dari ayah, ayahnya ayahku, pernah berpesan sesuatu kepadaku. “Le, lak golek konco iku sing apik apik ya. Ojo gelem kekancan mbek cah-cah nakal” (Nak, kalau cari teman itu yang baik-baik ya. Jangan mau berteman dengan anak-anak nakal) Kakek menjelaskan lagi kalau teman yang nakal, akan mempengaruhiku untuk ikut-ikutan berbuat nakal juga. Kakek berpesan kalau mau berteman harus pilih-pilih. Memilih teman-teman yang baik akan juga membuat kita berperilaku baik. Anak kecil adalah peniru yang ulung. Ketika lingkungan tumbuh kembangnya bersama teman-teman yang baik, maka ia akan menjadi orang yang baik. Sebaliknya, apabila ia tumbuh di lingkungan yang tidak baik, hampir pasti ia akan mencontoh hal tidak baik tersebut dan menjadikannya seseorang yang tidak baik pula. Aku merasa beruntung ketika pergaulanku adalah bersama teman-teman yang sering mengaji dan tidak pernah berbuat yang aneh-aneh. Setelah dipikir-pikir, lingkungan yang baik itu adalah pilihan orang

Roti Gulung Part 2

  Roti yang kupegang tidak terasa sudah habis, aku ingin memakan selai stroberi yang kusisihkan untuk kunikmati paling akhir. Sayangnya, aku hanya melihat kertas roti kosong yang tadinya selai stroberiku berada diatasnya. Aku menoleh ke arah ibu dan bertanya kemana selai stroberiku menghilang. Ibuku pun menjawab kalau selai stroberinya sudah habis beliau makan. Aku kaget dan marah mendengarnya. Aku pun kesal dan masuk ke dalam kamar dan menangis sambil memeluk guling. Ibu menyusulku ke kamar. Ibu yang selalu memanjakanku, sangat merasa bersalah ketika mengetahui telah menyakiti hatiku. Beberapa kali ibu menenangkan emosiku dengan merayu-rayu dan menjanjikan roti gulung yang sama di keesokan hari. Aku tidak bisa menerima tawaran itu, Bagiku, selai stroberi yang tadi kusisihkan tidak dapat tergantikan walaupun satu kardus roti gulung stroberi lainnya. Gagal mendapatkan hatiku, Ibu akhirnya meninggalkanku yang kemudian lelap tertidur. Selama dua hari setelah malam itu, aku tidak perna

Tempat Berkeluh Kesah

  Beberapa waktu lalu, adik-adik tingatku mengeluh terhadap ketidakjelasan keputusan terhadap masa depan mereka. Saat itu, mereka menunggu kepastian kapan mereka akan diangkat dan dipekerjakan menjadi abdi negara. Latar belakang mayoritas dari mereka adalah alasan ekonomi. Pandemi ini berdampak parah terhadap keadaan ekonomi masyarakat, termasuk keluarga mereka. Mereka yang sudah berharap bisa membantu ekonomi keluarga dengan bekerja, malah digantung tanpa kejelasan. Di waktu yang hampir bersamaan, aku dan teman-temanku yang tahun lalu sudah diangkat menjadi ASN, juga mengeluh. Bedanya, kami mengeluh terhadap pekerjaan yang harus diselesaikan terlalu banyak jumlahnya. Selain itu, beberapa pekerjaan tersebut telah mendekati batas terakhir pekerjaan itu harus selesai. Sehingga kami banyak menghabiskan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk hal-hal lain. Work-life balance yang ideal, itu semua hanya khayalan belaka. Ah, andai saja aku dan teman-temanku melihat keadaan adik-adik ti

Roti Gulung Part 1

  Aku adalah anak tunggal yang hidup di keluarga sederhana. Ayahku bekerja sebagai satpam sekolah, dan ibuku bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Walaupun begitu, semua keinginanku selalu bisa dipenuhi oleh kedua orang tuaku. Aku tidak pernah kecewa atas kasih sayang yang mereka lakukan kepadaku. Aku tidak mengingat hal apa yang tidak mampu dipenuhi oleh orang tuaku, hingga suatu saat aku teringat ada satu hal yang pernah mengecewakanku di saat aku kecil. Aku bertempat tinggal di lingkungan masyarakat yang rukun dan gotong royong di salah satu kota kecil di Jawa Timur, Blitar. Warga kampungku kerap mengadakan syukuran ketika mereka mengadakan hajat misalnya nikahan, khitanan, ulang tahun, atau doa-doa ketika terkena musibah seperti kematian. Selain itu, ada juga acara doa rutinan yang dilakukan setiap minggu yakni membaca Al-Quran dan tahlil. Suatu malam, ada tetanggaku yang mengadakan acara doa bersama. Aku lupa acara tersebut diadakan dalam rangka apa. Aku masih terlalu kecil u

Jakarta Punya Cerita Bagian 4

  Sejak kecil, Aku tinggal dan besar di lingkungan mayoritas berwarga Nadhatul Ulama atau NU. Kecuali ayahku, dia adalah pengikut Muhammadiyah. Kami sekeluarga tinggal dengan masyarakat NU yang memiliki kebiasaan-kebiasaan seperti tahlilan, yasinan dan lain sebagainya. Seperti kita tahu, kadang-kadang hari raya Idul Fitri antara Muhammadiyah dan Pemerintah memiliki perbedaan. Jadi, pernah ada saat ketika satu kampung masih berpuasa, sedangkan kami berangkat sholat Idul Fitri. Walaupun begitu, ayahku tetap ikut acara tahlilan atau yasinan yang biasanya diadakan rutin seminggu sekali. Kata ayahku, selain menjaga kerukunan, selama masih mengaji Al Qur’an, beliau tidak terlalu mengambil pusing untuk mendebatkannya. Di Jakarta, terdapat kajian-kajian yang mirip dengan apa yang diajarkan di kampung halamanku. Jama’ah kajian ini adalah mayoritas juga warga NU. Kajian-kajian yang aku ikuti atas saran kakak tingkatku, seratus delapan puluh derajat berbeda dengan kajian yang ada di masjid NU.

Jakarta Punya Cerita Bagian 3

  Di teras masjid kami berbincang. Kakak tingkat tadi bertanya kepadaku hal-hal yang mendasar, saking mendasarnya sampai aku tidak mampu menJawabnya. Contoh pertanyaan yang disampaikan seperti mengapa setelah sholat jamaah kita berjabat tangan, mengapa setiap ada orang meninggal diadakan tahlilan tujuh hari, empat puluh hari, seratus, seribu dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan yang selama ini aku tidak pernah memikirkannya sama sekali karena ya sudah aku alami begitu saja ketika di kampung halaman. Kakak tingkatku menjelaskan beberapa hal tentang cara kita beribadah. Intinya, setiap perbuatan ibadah harus disertai dalil dan contoh dari Rasulullah. Apa-apa yang tidak dicontohkan, sebaiknya tidak usah dilakukan. Takutnya, kita tergolong orang-orang yang terjerumus perkara bid’ah, dan bid’ah tempatnya di neraka. Kakak tadi juga mengajakku untuk belajar lebih jauh dengan mendatangi kajian-kajian di hari tertentu di masjid kampus. Sebenarnya, aku sudah beberapa kali mendengar cer

Solidaritas

  Di waktu kecil, Aku adalah seseorang yang selalu mabuk perjalanan. Mau naik bus, naik mobil, naik kendaraan apapun beroda empat atau lebih, pasti aku tidak kuat dan muntah. Termasuk kereta api, aku juga mabuk ketika naik moda transportasi yang saat ini menjadi transportasi ternyaman menurutku. Entahlah, aku selalu tidak tahan aroma di dalam ruang kendaraan yang pengap itu. Tibalah saat ketika aku akan berwisata ke Pulau Bali bersama teman-teman SMP-ku. Aku yang pemabuk berat ini, sudah tidak mampu membayangkan ketika berada di dalam bus selama lebih dari 12 jam dari kota Blitar menuju pulau Dewata. Belum lagi ketika akan berkeliling pulau Bali selama 2 hari untuk mengunjungi tempat-tempat wisata disana. Adalah emak yang selalu khawatir ketika aku bepergian jauh, dan tahu bahwa aku tidak kuat perjalanan darat naik bus. Akhirnya, keputusanku adalah tidak bergabung bersama teman-teman berwisata ke Pulau Bali. Keputusanku membuat teman-teman sekelasku kecewa. Mereka ingin agar aku ikut d

Jakarta Punya Cerita Bagian 2

Kampusku, tempatku kuliah memiliki 3 sesi pembelajaran. Sesi pertama dimulai pukul 07.30, sesi kedua dimulai pada pukul 10.15 dan sesi ketiga dimulai pada pukul 13.30. Kadang-kadang, terdapat sesi keempat yang dimulai pada pukul 16.30 apabila ada ketertinggalan jadwal kuliah yang harus segera dituntaskan. Di antara sesi dua dan tiga, terdapat jam istirahat untuk makan siang dan ibadah sholat dhuhur bagi yang beragama islam. Hari itu aku ada jadwal kuliah di sesi kedua. Kuliahku pada hari itu hanya selama 2 jam pelajaran dan selesai di pukul 12 siang. Selesai kuliah, aku bergegas untuk pergi ke masjid untuk ikut jamaah sholat dhuhur. Masjid yang aku datangi adalah masjid kampus yang terletak di bagian depan, sebelah pintu masuk kampusku. Setelah melepas alas kaki, aku berwudhu, dan sholat dhuhur berjamaah hingga selesai. “Kenapa kamu mengajak bersalaman?” tanya kakak tingkat setelah kuulurkan tangan untuk bersalaman setelah selesai sholat. Aku terdiam dan bingung dengan pertanyaan

Luput

  Hujan turun sangat deras sore ini. Jarum pendek jam tanganku menunjuk angka empat tepat, artinya jam pulang kantor sudah tiba. Aku masih berkutat pada dokumen-dokumen yang ada di atas mejaku. Mulai pertengahan bulan lalu, kantorku menjalankan sebuah penelitian tentang kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Aku adalah salah satu pengawas, yang bertugas memastikan dokumen-dokumen terisi oleh petugas lapangan dengan lengkap. Selain membutuhkan ketelitian, banyaknya dokumen yang harus diperiksa membuatku harus berlomba dengan batas akhir pemeriksaan yang tidak lama lagi tiba. Waktu berjalan hingga kutengok jam tanganku sudah menunjukkan jam 8 malam. Suasana diluar juga kini menjadi gelap karena sore hari berganti dengan malam. Kusetel lagu keras-keras agar keheningan ruangan ini bisa tersamarkan. Rekan-rekan kerjaku seluruhnya telah pulang menuju rumah masing-masing sejak sore tadi, menyisakan aku seorang yang duduk sendirian di tengah ruangan ini. Terdengar suara pintu depan ruanganku