Langsung ke konten utama

Jalur Baru



“Aku pengen disini aja!”

“Tapi dek, disini berbahaya. Nanti kalo di Jawa bisa sekolah dengan aman dan ketemu teman-teman baru yang gak kalah asyik daripada disini”

“Pokoknya aku gamau pindah ke Jawa”

Lia begitu kesal karena setiap hari ayahnya selalu membujuknya untuk pindahan. Ayahnya sendiri juga heran kenapa putri kesayangannya tidak mau meninggalkan kota Ambon. Dalam pikiran ayahnya, Lia mungkin sudah nyaman dengan sekolah dan teman-temannya sehingga enggan untuk diajak pindah rumah ke Yogyakarta. Sebenarnya, kata “evakuasi” akan lebih relevan digunakan daripada kata “pindah rumah”.

Setiap hari pada masa itu, tidak ada hari yang dilalui tanpa adanya pembakaran, perusakan atau pembunuhan. Kerusuhan yang diakibatkan oleh 2 kelompok terjadi di beberapa titik dan menyebabkan kerugian harta hingga merenggut nyawa. Kegiatan ekonomi masyarakat lumpuh karena mobilitas yang terbatas. Warga muslim hanya bisa beraktifitas di wilayah muslim, sedangkan warga beragama kristen juga hanya bisa beraktifitas di wilayahnya saja. Bisa dibayangkan apabila ada seorang muslim memerlukan kebutuhan pokok yang harus dibeli dari luar wilayahnya, maka ia harus melewati rute yang memutar dan memerlukan biaya yang lebih mahal. Hal serupa juga dirasakan warga beragama kristen ketika ingin bepergian ke suatu tempat di luar lingkungan tempat tinggalnya. Berani menginjakan kaki ke wilayah lawan sama dengan seperti membuang nyawa sia-sia. Harga barang-barang yang mahal ditambah daya beli yang berkurang karena sulit bekerja membuat kehidupan masyarakat sehari-hari kian suram.

Hari itu adalah hari Lia berangkat ke sekolah. Anak-anak yang bersekolah akan dijemput dan diantar pulang menggunakan kendaraan milik TNI, truk TNI. Bersama teman-temannya yang lain, Lia berangkat ke sekolah seperti biasa, biasa dalam konteks kondisi rusuh. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari pagi hari hingga siang hari. Setelah merapikan bawaannya, Lia menuju ke gerbang sekolah dimana truk yang akan membawanya pulang ke rumah. Di tengah perjalanan, ia merasa ingin buang air kecil. Lia pun berbalik arah dan segera menuju kamar mandi yang terletak cukup jauh di belakang sekolah. Setelah menyelesaikan urusannya, Lia kembali ke tempat parkir namun ia tidak menemukan truk dan juga teman-temannya, Lia tertinggal.

Perasaan takut menghampiri anak kelas 2 SD itu. Dia celingukan di depan pagar sekolah berharap ada seseorang yang mengenalinya. Sebenarnya jarak antara rumah dengan sekolahnya tidak terlalu jauh, hanya saja Lia harus melewati perbatasan wilayah yang rawan terjadi konflik. Dia semakin takut ketika ada orang berlalu-lalang dengan membawa senjata tajam. Dia ingin menangis dan ingin segera pulang dan bertemu dengan keluarganya di rumah. Cukup lama dia berdiri di depan pagar sekolah hingga ada seorang teman laki-lakinya berlari dari halaman sekolah.

“Ayo pulang” ajak temannya sembari menggandeng tangannya.

Mereka berdua menyusuri jalan menuju rumah mereka yang tidak berjauhan. Mereka berjalan dengan hati-hati, sesekali berlari kecil. Terlihat pemuda dan bapak-bapak yang bergerombol melihat dua anak SD ini dari kejauhan. Di setiap ujung perbatasan memang biasanya berkumpul “pasukan” yang berjaga-jaga untuk mengamankan wilayahnya. Mereka membawa parang, tombak, dan juga panah sebagai alat tempur melawan musuh. Konon, di antara pasukan-pasukan itu, ada juga yang membawa senjata api rakitan bahkan sniper untuk membunuh lawan dari kejauhan. Lia dan temannya dibiarkan lewat begitu saja oleh gerombolan itu.

“Kita masuk ke lorong itu aja, sedikit lagi” ucap teman Lia sambil menunjuk sebuah gang yang merupakan jalan pintas untuk sampai ke rumah mereka.

Lia hanya mengangguk sedikit dan tidak mengatakan apa apa. Dari gerbang sekolah, ia hanya berjalan dengan memandang ke bawah, ke arah kaki temannya berpijak. Dia terlalu takut untuk melihat sekitarnya dan terus menggenggam tangan temannya. Masuklah mereka ke dalam gang yang mereka tuju. Mereka langsung berlari melewati gang sepi itu untuk segera sampai di rumah masing-masing. Sesampai di depan rumahnya, Lia langsung berlari masuk ke dalam rumah dan bertemu keluarganya dengan menangis ketakutan. Lia tidak sempat untuk berterima kasih untuk temannya yang sudah mengantarkan pulang dengan selamat. Perjalanan pulang waktu itu terekam sangat kuat dalam ingatan Lia hingga sekarang. Pada malam harinya, Lia mengatakan kepada ayahnya bahwa dia ingin pindah ke Jawa.

#30DWC #30DWCJilid29 #Day2 #Squad5

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 2

Senin, 18 Oktober 2021 Pagi hari kami segera untuk mandi dan packing perlengkapan yang sudah kami pinjam. Datanglah ibunya Wisnu membawakan 2 nasi bungkus beserta teh manis hangat, alhamdulillah. Cuaca pagi itu cerah, secerah semangat kami memulai pendakian. Pukul 08.30 WITA kami bergegas menuju kantor TNGR untuk registrasi. Tak lupa kami berpamitan kepada keluarga Wisnu dan menitipkan beberapa barang yang kami tidak bawa ke pendakian. Kami juga mampir ke sebuah warung makan untuk membeli nasi bungkus sebagai makan siang ketika perjalanan menuju Plawangan Sembalun. Target kami hari ini adalah mencapai Plawangan Sembalun sebelum matahari terbenam . Pintu Masuk Taman Nasional Gunung Rinjani Setelah mengurus simaksi dengan memperlihatkan  barcode pada aplikasi eRinjani, kami diberi briefing singkat. Masih ingat dengan keterlambatan kami karena delay pesawat kemarin? Nah, ternyata kami juga diizinkan untuk menambah durasi pendakian kami yang tadinya hanya 2 hari 1 malam, menjadi 3 hari 2

Catatan Perjalanan Rinjani via Sembalun Part 1

Sudah lama kami berencana untuk mendaki gunung Rinjani yang terletak di pulau Lombok. Setelah mengamati kalender dan memperhitungkan kesibukan kerja, Kami putuskan untuk mendaki Rinjani pada hari Minggu-Senin tanggal 17-18 Oktober 2021. Rencananya, Kami hanya akan mengejar puncak Rinjani via Sembalun tanpa turun ke Danau Segara Anak, pun turun dari Rinjani via Sembalun. Kami mengurus Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konvervasi) Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) melalui aplikasi android eRinjani secara online pada tanggal 3 September 2021. Sebagai informasi, selama pandemi COVID-19, kuota pendaki TNGR di setiap jalurnya hanya sejumlah 60 orang saja. Untuk informasi selengkapnya tentang TNGR bisa dilihat di website resmi TNGR . Jumat, 15 Oktober 2021 Kami pergi ke Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon untuk melakukan tes PCR sebagai syarat perjalanan menggunakan pesawat terbang. Kami tes pada pagi hari dan hasilnya dapat kami ambil di malam harinya. Hasil tes PCR langsung

Gunung Hutan

Suatu waktu aku pernah ditanya mengenai lebih seru mana antara menyelam di laut atau mendaki gunung. Waktu itu aku sempat memikirkan mana yang lebih aku sukai sehingga pertanyaan dari temanku tadi bisa kujawab dengan tegas. Pada akhirnya aku tidak bisa memilih salah satu dari mereka karena dua-duanya seru dan aku sukai. Secara umum, mendaki gunung adalah kegiatan olahraga di alam terbuka yang membutuhkan waktu lebih dari sehari bahkan ada yang lebih dari seminggu. Karena membutuhkan waktu yang lama, maka ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum kita mulai mendaki, baik persiapan fisik, mental, maupun pengetahuan yang harus kita pahami selama beraktivitas di alam terbuka. Selama berada di alam terbuka kita juga harus menaati peraturan yang diberikan oleh pengurus Taman Nasional terkait. Ada beberapa peraturan umum yang seperti dilarang membuang sampah sembarangan dan juga terkadang ada peraturan khusus seperti di gunung Lawu yang melarang pendaki memakai atribut berwarna hijau s