Lirik "tiada yang meminta seperti ini" adalah lirik yang sekiranya paling membekas di hati. Adalah kalimat yang pernah kudengar saat berkunjung ke rumah salah satu teman waku SMA. Kala itu, temanku baru saja mengalami patah tulang tangan akibat kecelakaan lalu lintas. Hari itu aku berkunjung adalah pekan terakhir proses pembelajaran kelas di sekolah. Di pekan berikutnya, masuk jadwal ujian semester ganjil. Di ruang tamu, aku dipersilakan duduk dan disajikan suguhan berupa minuman. Selain temanku, di ruangan itu ada Ibu temanku yang ikut mengobrol bersama kami. Kami mengobrol dengan topik utama bagaimana kondisi temanku saat ini dan tentunya juga membahas kronologi kejadian kecelakaan lalu lintasnya. Di penghujung waktu, Ibu dari temanku minta bantuanku untuk menjelaskan keadaan ini kepada wali kelas kami. Beliau mengharapkan kebijakan wali kelas kami untuk mengupayakan bagaimana supaya temanku ini tetap bisa mengikuti ujian, susulan mungkin. "...kan gak ada yang penge
Ada satu momen yang berhasil membuatku jadi merasa menjadi seorang pecundang. Momen tersebut berasal dari ucapan adik tingkat di kampus yang tengah kuajak ngobrol tentang kepemimpinan. Sedihnya adalah waktu itu aku adalah seorang yang dipercayai sebagai seorang pemimpin organisasi, sedangkan adik tingkatku ini adalah salah satu kandidat pemegang amanah selanjutnya untuk menjadi pemimpin organisasi ini. "Menurutmu, seorang pemimpin itu harus idealis atau realistis?" Aku bertanya. Aku adalah seorang yang memiliki kombinasi otak kiri yang lebih dominan ditambah dengan sifat pemalas. Sehingga dari pertanyaan diatas aku cenderung berpendapat pemimpin realistis adalah lebih baik daripada yang idealis. Dan bukan cuma aku, mungkin dari 4 dari 5 orang yang pernah kuajak ngobrol tentan hal ini sepakat kalau pemimpin harus realistis. Kenapa? Karena seorang pemimpin harus bertanggung jawab atas segala bentuk program yang organisasi jalankan. Daripada gagal menjalankan sesuatu yang "